Seratus Hari Kerja. Kang Dedy Mulyadi Seperti Itu.

oleh -30 views

Janji kampanye adalah kontrak moral antara calon pemimpin dan rakyatnya. Ketika terwujud menduduki jabatan politik, janji kampanye akan tertagih. Praktiknya, banyak pemimpin terpilih terjebak pada pencitraan. Mereka kerap mengumbar pernyataan-pernyataan “surga”, ketimbang ekskusi di lapangan.Sejumlah program strategis, mandeg berwujud dokumen dan bersliweran menghiasi halaman media cetak-online, memenuhi jam tayang televisi, berselancar di instagram, facebook, whatshap, tiktok,serta media sosial lain”.

Eri Cahyadi. Walikota Surabaya. Foto Istimewa

Malang Seperti Ini – Surabaya Seperti Demikian – Jawa Timur dan Batu  Seperti Apa?

Hasil penilitian Lembaga Survei Indonesia Denny JA Tahun 2022 mem-publis bahwa 73,2 % masyarakat Indoneisa menilai 100 hari kerja seorang pemimpin (selanjutnya kepala daerah), sangat penting sebagai tolok ukur pertama kinerja seorang kepala daerah. Angka tersebut, menggambarkan masyarakat yang makin cerdas, kritis, mengamati dan aktif menilai arah serta cepat-sigapnya kerja pimpinannya. Meski, saat memilih calon pemimpin kekritisan dan kecerdasannya mendadak hilang karena tergantikan lembaran rupiah.

Rilis data Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) tahun 2023 menunjukkan bahwa,  lebih dari 40% program prioritas kepala daerah di Indonesia belum terealisasi pada tahun pertama jabatan. Penyebabnya antara lain lemahnya perencanaan, ketidaksesuaian antara janji kampanye dan kebijakan, serta absennya evaluasi berkala. Ini bukan hanya soal ketidaksiapan teknokratis, tetapi juga cerminan dari pendekatan populis yang mengedepankan narasi dibanding implementasi.

Wahyu Hidayat. Walikota Malang. Foto Istimewa

100 Hari Kerja

Syahdan, istilah 100 Hari Kerja itu  mengadopsi pernyataan Presiden Amerika Serikat ke-32, Franklin D. Roosevelt, tahun 1933. Saat itu Roosevelt menjadikan 100 hari pertama masa jabatannya. Ia meluncurkan berbagai kebijakan strategis di Amerika Serikat untuk mengatasi resesi ekonomi akibat depresi besar (great depression). Langkah ini kemudian menginspirasi para pemimpin pemerintahan di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Para calon pemimpin, berlomba menyusun konsep 100 hari kerja sebagai kebijakan jangka pendek, demi menarik perhatian masyarakat sekaligus melemahkan lawan politiknya.

Era Presidenan Soekarno (1945-1967) dan Soeharto (1967-1998), publik tidak mengenal istilah program “100 Hari Kerja”. Istilah tersebut baru dikenal saat sejak era kepresidenan KH. Abdurrahman Wahid (1999-2001). Sejak saat itu, penggunaan istilah program 100 hari kerja mulai populer. Setiap muncul kepala pemerintahan baru di tingkat pusat hingga daerah, pencanangan konsep 100 hari kerja seperti menjadi tradisi. Padahal secara regulasi tidak ada ketentuan yang mengaturnya. Peraturan perundang-undangan, hanya mengatur masa jabatan kepala pemerintahan selama lima tahun terhitung sejak pelantikan.

Menilai Kesungguhan

Program 100 hari kerja umumnya digunakan sebagai indikator awal kinerja kepala pemerintahan setelah dilantik. Banyak kepala pemerintahan yang menggunakan fase ini secara serius dengan menyusun program kerja dan menetapkan prioritas. Semua potensi dikerahkan sekuat tenaga, mulai dari perangkatnya sampai anggarannya. Fase ini dianggap krusial karena akan menentukan stabilitas pemerintahan lima tahun ke depan. Dari sinilah elit politik dan masyarakat menilai tingkat kesungguhan pemerintahan baru dalam mewujudkan perubahan sesuai janji-janji politiknya.

Janji Kampanye, bukan sekadar bualan manis menggaet orang untuk menentukan pilihannya saat Pemilihan Umum. Tidak juga sebatas alat untuk memenangkan Calon Legislatif, Calon Presiden – Wakil Presiden, Calon Gubernur dan Wakilnya, atau Calon Bupati/Walikota dan Wakilnya. Janji kampanye adalah kontrak moral antara calon pemimpin dan rakyatnya. Ketika terwujud menduduki jabatan politik, janji kampanye akan tertagih. Praktiknya, banyak pemimpin terpilih terjebak pada pencitraan. Mereka kerap mengumbar pernyataan-pernyataan “surga”, ketimbang ekskusi di lapangan.Sejumlah program strategis, mandeg berwujud dokumen dan bersliweran menghiasi halaman media cetak-online, memenuhi jam tayang televisi, berselancar di instagram, facebook, whatshap, tiktok,serta media sosial lain.

Kang Dedy Mulyadi (KDM) telah menyita perhatian Nasional dalam seratus hari kerja pasca pelantikannya. Sejumlah kebijakan dikaji dan segera diekskusi. Gak Pake lama. Pembelaannya terhadap masyarakat membuat iri warga di luar Jawa Barat. Saat ini, Gubernur Dedy Mulyadi pun jadi kepala daerah dambaan masyarakat Indonesia. Cak Eri Cahyadi, Walikota Surabaya menyusul. Salah satu kebijakan yang paling trending adalah soal parkir.Walikota Batu, Walikota Malang, Bupati Malang dan Gubernur Jawa Timur memang tak segarang KDM dan Cak Eri. Tapi, haqqul yakin mereka memiliki jurus simpanan yang tak kalah menggelegar karena keberpihakannya terhadap rakyat.

Penulis : Ulul Azmi, S.Ag