Sumber Mata Air Kota Batu Tercemar

oleh -17 views

TPS3R Kota Batu dan Ancaman Baru terhadap Sumber Mata Air

ilustrasi, Sumber Mata Air Kota Batu. Doc SP.

Kota Batu. Ide Nurochman, Walikota Batu mengaktifkan TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle) memang progresif: Mengolah sampah di tingkat akar rumput, mendorong kemandirian, dan mengurangi residu ke TPA. “ TPS3R yang tidak dirancang dengan cermat yang harapannya solusi  justru berubah menjadi  ancaman, “ tanggapan  Yani Andoko, Ketua Forum Wahana Lingkungan Hidup Kota Batu (Forwal). Menurut pria yang juga aktifis Pokja Kenaikan Status Kota Batu itu, guliran program Pemerintah Kota Batu, tentang TPS3R  berbasis Rukun Warga atau komunitas, berpotensi melahirkan masalah baru yang lebih menyebar, tersembunyi, dan sistemik. “ Sampah yang didesentralisasi tanpa pemetaan, sama saja menebar titik ledak pencemaran,” tegas mantan Anggota DPRD Kota Batu Dua Periode kepada SP.

Yani Andoko, Forwal Kota Batu. Doc SP

Walaupun menyerahkan pengelolaan TPS3R ke Rukun Warga (RW) atau Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) bisa dimaklumi secara politis, tapi salah secara ekologis.  Kota Batu yang terdiri atas 239  RW dari 19 Desa dan 5 Kelurahan. Masing – masing  akan mencari lahan kosong sendiri-sendiri.  “ Harus dikawal ketat, terutama penempatan titik lokasi TPS3R dan harus ada kajian mendalam tentang geohidrologi ”  seru Yani mengingatkan. Menurutnya, sejatinya Wilayah Kota Batu tidak layak untuk Tempat Pembuangan Akhir Sampah) (TPAS). Mengingat hampir seluruh daratannya merupakan daerah tangkapan air. Tapi jika TPS3R masih memungkinkan. “ Tapi tetap! Dengan kajian dan pengawasan yang ketat!” Yani mewanti-wanti.  

Cara Instan. Bakar Sampah mandiri yang menambah parah kualitas udara Kota Batu

Pemerintah harus memberi petunjuk teknis lokasi TPS3R agar penerapannya tidak menimbulkan masalah lagi. “ Aturan pendirian TPS3R mungkin seperti tidak boleh dekat dengan sumber mata air, sungai, pemukiman padat, sekolah, pesantren, rumah ibadah dan lainnhya,” komentar Maryunani secara terpisah. Dan nanti, dimungkinkan ada TPS3R komunal dari sejumlah RWrawan dekat dengan sumber air, sungai, atau permukiman padat. Pemerintah daerah harus berani membentuk Satuan Tugas Zonasi TPS3R yang beranggotakan ahli geologi, lingkungan, akademisi, dan tokoh masyarakat,” kata Mas Yun, panggilan keseharian Maryunani.

Budaya Resik dan Gerakan Spiritual untuk Air

TPS3R juga tidak cukup disosialisasikan dalam bahasa teknis. Ia perlu dibungkus dengan narasi budaya dan spiritualitas ekologis. “ Dalam masyarakat Jawa, air bukan sekadar benda, tapi titipan leluhur dan perantara kehidupan. Maka membangun TPS3R juga harus melibatkan doa, selamatan, dan penghormatan terhadap sumber air,” H. Ahmad Rifa’i, Tokoh Sentral Pegiat Gerakan Sapu Bersih Nyemlung Kali (Saberpungli). Mad Berlin dia kondang dipanggil, tak hentinya menyuarakan bahwa pengelolaan sampah di Kota Batu tidak bisa lepas dari nilai budaya. Kekuatan kultural yang bisa menjadi pelindung alami dari kerusakan ekologis. Dia  menanamkan nilai dengan membersihkan kali, sumber mata air, mengelola sampah sudah merupakan ibadah kolektif. Jika tidak justru jadi dosa sosial. Sudah waktunya Kota Batu memperbaiki arah. Bukan menebar TPS di mana-mana, melainkan merancang masa depan kota yang bersih dan penuh kasih pada sumber kehidupan. Air. Karena kota ini bukan tempat membuang, tapi tempat menyimpan kehidupan.

Reporter : Tim SP

Editor : Eka H.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *