
Suara Pendidikan lahir kembali. Reborn 2025. Bertepatan dengan Peringatan ke-117 Kebangkitan Nasional (1908 – 2025). Berbagai elemen masyarakat terlibat. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Njagong Maton istilah tradisionalnya. Ir. Cahyono, Ketua Persatuan Wartawan Malang Raya memberikan apresiasi pada kegiatan yang dikonsep sangat sederhana ini. “ Pejuang-pejuang pendahulu kita, hampir semuanya aktif di dunia pers untuk menuangkan gagasan kreatif, inovatif yang mencerdakan pribumi,” kata Cahyono memulai pembicaraan. Wahidin Soediro Hoesodo, Soetomo dan Ki Hajar Dewantoro adalah contoh sosok yang aktif menulis ide dan gagasannya melalui media cetak saat itu. Hingga hari ini – lanjutnya—peran pers masih sangat dibutuhkan. Meski tantangan dunia jurnalistik tidak ringan. Pesatnya tekhnologi informasi, menjadikan setiap diri dapat menjadi pewarta. “ Perlu diingat. Hati-hati dalam membuat dan menyiarkan sebuah konten peristiwa. Ada kode etiknya. Ada Undang-Undangnya. Jangan sampai apa yang kita up – load, mengakibatkan terseret ke ranah hukum,” Cahyono mewanti-wanti.
Sejumlah 50 undangan disebar. “ Alhamduillah sembilan puluh persen hadir. Dan yang datang tanpa undangan kisaran dua puluh persen, jadi yang hadir seratus sepuluh persen,” ujar Eka Hariyanto, S.sos, Pemimpin Redaksi Suara Pendidikan. Eka mengatakan bahwa kegiatan ini adalah uji coba. “ Tes Ombak!” kelakar Bapak 4 anak itu. Menurut dia, Konsep Njagong Maton masih mencari formula yang pas. Ketika ramuannya sudah tepat, maka kegiatan ini akan diadakan setiap bulan. “ Keliling dari desa ke desa. Dari pintu ke pintu,” Eka dengan nada bernyanyi. Untuk itu – – kata dia – Ragam elemen yang diundang juga beragam. Mulai dari perwakilan Kepala Sekolah, Dewan Pendidikan Kota Batu, perwakilan Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Kepala Desa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Kemasyarakatan, Pelaku Dunia Usah, Politikus, Pendidik, mahasiswa dan banyak lagi elemen yang hadir. “ Saya berterima kasih atas kehadiran semuanya. Terutama kepada Senior kami Insinyur Cahyono, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Malang Raya yang mendukung penuh kegiatan ini,” ucap Eka dengan mimik serius.
Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan. Njagong Maton dimulai. Ulul Azmi, S. Ag, Pemimpin Umum Suara Pendidikan mengawali Njagong Maton dengan jokes segar untuk menciptakan suasana Njagong. Mbah Jim – sebutan akrabnya– menyampaikan bahwa kadang tak perlu tempat yang mahal untuk membicarakan sesuatu yang besar. Dia mengingatkan, Dr Soetomo, penggagas Boedi Oetomo mengakui kalau hal tersebut dimulai dari Jagongan setiap Senin Kliwon. Soetomo tak memperkirakan, bahwa gerakannya itu akan memotivasi pergerakan pribumi lain. “ Mereka memulainya tahun seribu sembilan ratus delapan. Lalu seribu sembilan ratus empat puluh lima terjadi Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia,’ jelas Azmi bersemangat. “ Tiga puluh tujuh tahun baru revolusi,” tegas pria yang pernah menjadi Pemimpin Redaksi Tabloid Dwi Mingguan Jatim News itu.
Semakin hidup, Mbah Jim mulai memberi kesempatan berbicara perwakilan yang hadir. “ Kebangkitan Nasional, dulu juga seperti ini. Dan itu di awali dari pendidikan,” terang Andi Faizal, Kepala Desa Junrejo, yang diberi kesempatan pertama berbicara. “ Mari bersama kita membangun Kota Batu ini melalui cara yang baik. Tidak melalui konfrontasi,”.imbau Faizal. Selanjutnya, Petinggi Junrejo itu mengajak memberikan sumbangsih pada Kota Batu. “ Ya sesuai dengan potensi masing-masing,” imbuh dia.
Alex Yudowan, Ketua Yayasan Ujung Aspal juga menyambut baik bentuk komunikasi Njagong Maton. “ Tak perlu Baperan, alias bawa perasaan. Apalagi pejabat,” cetus Alex mengkritisi fenomena yang dia tangkap di Kota Batu. Secara panjang lebar, suami Hermin tersebut menyampaikan, “ Permasalahan Kota Batu menumpuk –menggunung”. Dia merinci sejumlah kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat. “ Sayangnya masyarakat Kota Batu tidak tahu dan tidak mengerti,” keluh dia. Alek nerocos tak terbendung, Dia menyebut tarif air PDAM pengusaha kelas Sastro dengan Grup Jatim Parknya memeroleh harga sama dengan pelanggan yang berstatus petani, ojek, pedagang kaki lima dan kelas rakyat lainnya. “ Adanya Jatim Park Grup tidak signifikan memberikan nilai tambah Pendapatan Asli Daerah Kota Batu,” Alex dengan nada keras.
Alih fungsi lahan yang serampangan juga menjadi sorotan Yayasan Ujung Aspal (YUA) Jatim. “ Sembilan puluh persen perumahan di Kota Batu tidak mengantongi ijin,” tambah ketua YUA Jatim. Persoalan ancaman berkurangnya sumber mata air yang diakibatkan alih fungsi lahan, otomatis mengancam kebutuhan masyarakat terhadap ketersedian air bersih.Dengan nada tinggi Alex bersuara, “ Masyarakat Batu harus tahu dan melek anggaran. Biar tidak dikadali penguasa. Mereka berkoar hari ini jutaan wisatawan masuk Kota Batu, tapi seberapa besar mereka berkontribusi ”. untuk kenaikan PAD?” Alex dengan nada tanya.
Baca juga : https://suarapendidikan.net/moratorium-pendirian-villa-hotel-dan-resto-memang-berani/
Paparan Ketua YUA Jatim bikin yang hadir beragam reaksi. Tapi tampak diraut wajah mereka seolah bertanya, “ Apa benar, pejabat di Kota Batu tidak optimal kerjanya?”. “ Lalu solusinya?” Sahut Azmi bertanya. “ Kita dorong Walikota Batu biar mempunyai keberanian untuk membuat lompatan strategis menata birokrasi lebih SAE,” Alex sambil tertawa kecil karena SAE adalah jargon dari pasangan Nurochman –Heli. “ Jika tidak, maka kita akan bersurat ke pihak-pihak yang berwenang. Kalau perlu diperkarakan,” Ketua YUA sedikit mengancam. Kegiatan semacam ini harus dilakukan berkelanjutan. Bukan hanya saat ini saja. Melalui jagongan ini kita bisa bersama mencari solusi,” tutup Alex
Lain Alex, beda Gholil. Pria tambun yang bangga dengan pekerjaannya sebagai Ojek Online (Ojol) itu, menceritakan pengalaman yang unik tentang wartawan dan media. Dia, yang dikampung nya menjadi Ketua RW ini mengatakan bahwa pernah suatu ketika pejabat Kota Batu diancam akan di “korankan” bila tak segera memperbaiki jalan dilingkungannya yang rusak. Tidak ada dua minggu langsung dikerjakan. “ Saya sangat senang ada kantor Suara Pendidikan di lingkungan kami. Gampang kalau laporan,” ujar Gholil serius disambut tawa hadirin.
Dr. Atok Miftachul Hudha,M.Pd, Ketua Dewan Pendidikan Kota Batu memaparkan keluh-kesah praktik pendidikan Nasional yang kerap berubah. Imbasnya tentu ke daerah. Tak terkecuali pendidikan di Kota Batu. Dia sangat takjub dengan keberadaan sekolah berlabel madrasah, yang makin diminati para orang tua. “ Penting saat ini menekankan pendidikan moral bagi anak. Apalagi pendekatan agama. Jadi lembaga pendidikan tidak sebatas melakukan pengajaran. Tapi sekaligus mendidik,” Terang Atok, panggilan akrabnya. Hari ini — kata dia lagi – anak-anak kita dijauhkan dari pengetahuan tentang potensi kekayaan alam Indonesia yang melimpah. Jangan memanfaatkan, batas wilayah saja mereka tidak memahami. “ Njagong Maton bersama Suara Pendidikan telah mengawali di momen Kebangkitan Nasional. Saya berharap dilakukan rutin,” usul Atok. “Akhirnya, bahwa pendidikan itu muaranya adalah membangun nilai, moral, dan karakter. Sehingga melalui suara pendidikan ini tentang bagaimana menyuarakan dalam membangun nilai, moral, dan karakter,” Simpul Dosen Universitas Muhamadiyah Malang menutup kesempatan berbicaranya.

Azmi mencoba mereviuw obrolan Njagong Maton yang masih belum fokus terhadap mengurai satu persoalan. Lalu spontan Mbah Jim meminta Njagong Maton ke-2 akan dilaksanakan di Kantor Ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Kota Batu. “ Siap!,” Jawab Suliono, SH,M.Kn dengan tegas. Suli menilai kegiatan ini sangat bagus. Misalkan Walikota Batu dan Wakilnya model komunikasi seperti ini tentunya menarik. Pengacara itu berandai, misal setiap bulan mereka keliling desa dan kelurahan, menginap di rumah penduduk atau kepala desa, lalu Njagong Maton membicarakan kesuksesan program beserta problematikanya dengan cara kekeluargaan dan diselesaikan dengan pendekatan tradisi, maka dia akan menjadi putra daerah yang benar-benar dekat dengan rakyatnya. “ Apalagi setiap turun bersama organisasi perangkat daerah. Dengan dukungan sejumlah elemen masyarakat Batu Suara Pendidikan mungkin bisa mewujudkannya,” Suliono dengan suara mantap. “ Dulu kita pernah punya model informal meeting. Bedanya tidak dirancang turun ke desa-kelurahan,” cetus Frans menimpali pembicaraan Suliono.
Achmad Rifa’i pegiat Sapu Bersih Nyemplung Kali, memberikan respon penutup sekaligus do’a oleh moderator Njagong Maton. Sebelum doa Menurut pria yang akrab dipanggil Cak Mat Berlin ini, hasil obrolan Njagong Maton akan menguap tanpa bekas, bila tidak ditindak lanjuti dengan langkah konkrit. Berbukit-bukit problematika Kota Batu memang harus diurai. Dia mengutip Sotasoma karya Mpu Tantular, Bhineka Tunggal Ika, Tanhana Dharma Mangrua. Lalu dia menafsiri dengan konteks Kota Batu, berbeda-beda tapi tep satu tujuan. Membangun Kota Batu lebih baik.
Lalu Mat Berlin hening sejenak, seraya melantunkan do’a berbahasa Jawa. Hadirin terhanyut dalam puja –puji dan permohonan. Kalimat per kalimat. Kata per kata. Huruf perhuruf, tersaji dengan seksama.
Reporter : (Exzal dkk. Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang).
foto-toto : Raka Ramadhani
Redaktur : Eka Hariyanto.