Kota Batu: Uang Ada Tapi Rakyat Dikorbankan

oleh -17 views

Pemkot Batu,  tercatat memiliki ASN sebanyak 3.233 orang, didukung oleh 1.756 pegawai non-ASN. Ditambah 30 Anggota DPRD, hanya mengurusi wilyah tiga kecamatan dengan jumlah penduduk 223,6 ribu jiwa.  Anggarannya melimpah dibanding daerah lain. Dan Kota Wisata Batu sejak 2018 hingga 2024 predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan. Capaian yang indah, sekaligus menimbun segudang pertanyaan. Bagaimana tidak, jika kasus korupsi di Kota Batu masih terbukti tinggi.  Apalagi ketika berturut-turut terjadi SiLPA.

SiLPA adalah sisa anggaran yang tidak terpakai dalam satu tahun anggaran. Ini bukan “uang lebih” seperti tabungan rumah tangga, melainkan indikasi gagalnya realisasi dari program-program yang telah direncanakan dan disahkan. Artinya, ada sekitar 15% APBD — yang mencapai kurang lebih Rp. 1,3 triliun per tahun — tidak kembali dalam bentuk pelayanan publik kepada masyarakat. Tingginya SiLPA bukan sekadar teknis, melainkan simbol dari lemahnya keberanian, minimnya inovasi, dan hilangnya orientasi pada kepentingan rakyat.

Memang ada banyak sebab, dan semuanya menunjuk pada masalah tata kelola pemerintahan. SILPA yang besar berarti perencanaan yang lemah dan tidak realistis — banyak program terlalu ambisius tanpa memperhitungkan kapasitas teknis dan waktu, serta keterlambatan lelang dan eksekusi proyek. Keterlambatan pencairan dana pusat (DAK/DAU) yang membuat banyak program tidak sempat dijalankan. Tidak adanya fleksibilitas anggaran. Jika satu program gagal, tidak ada skema peralihan cepat ke program lain.

ketakutan birokrasi dalam mengambil keputusan anggaran, pasca kasus-kasus korupsi. Mungkin daripada salah, lebih baik tidak dikerjakan. Toh tetap! Gaji dan tunjangan tak terkurangi.  Ibarat Perusahaan, Kota Batu adalah perusahaan yang sakit. Hanya menggaji pegawai yang tak bekerja.

Berikut adalah data Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Kota Batu:

2018: Rp271 miliar

2019: Rp310 miliar

2020: Rp261 miliar

2021: Rp243 miliar

2022: Rp221 miliar

2023: Rp188 miliar

2024: Rp144 miliar

Jika diakumulasikan, totalnya mencapai Rp1,638 triliun. Itu bukan angka kecil — itu lebih dari satu kali lipat total APBD tahunan Kota Batu yang berkisar Rp1,3 triliun. Dan inilah wajah nyata dari ketimpangan anggaran: uang ada, tapi rakyat tetap menunggu perubahan.

SiLPA Alarm Bahaya

Setidaknya, selama tujuh tahun rakyat Kota Batu kehilangan potensi manfaat lebih dari Rp 1,638 Trilyun. Uang yang banyak itu cukup mensejahterahkan masayarakat Batu yang tertunda. Banyak dari program gagal jalan, dan rakyat menjadi korban diam-diam. Lebih berbahaya lagi, SiLPA yang besar berisiko dimanipulasi: digunakan untuk belanja tahun berikutnya tanpa transparansi, atau mengendap lama hingga hilang jejak manfaatnya.

Masyarakat tidak tahu harus bagaimana. Yang jelas mereka memiliki 30 Wakil Rakyat yang digaji besar melalui APBD. Harapannya mampu menjalankan fungsi legislasi (buat aturan), Budgeting (penganggaran) dan Controling (pengawasan).  Jika tidak,  rakyat semakin tidak percaya bahwa APBD benar-benar berpihak pada kebutuhan mereka. Penguatan DPRD Sebagai Pengawas Anggaran kebutuhan mendesak. Jangan hanya menyetujui, tapi juga mengevaluasi dengan tajam dan terbuka. Jangan satu kali sidang, lalu kunjungan kerjanya 10 kali.

Rakyat Bukan Angka.

WTP hanyalah penghargaan administratif. Tapi apa gunanya WTP jika pasar mati, petani frustasi, tingkat pengangguran tinggi  dan anak-anak sulit mewujudkan mimpi. Saat anggaran publik hanya berhenti di meja birokrasi dan tidak menjelma menjadi jalan yang mulus, pasar yang hidup, dan hidup yang lebih layak — maka semua itu hanyalah fatamorgana pembangunan.

Walikota Batu Cak Nurochman, SH., MH., harus bangkit, seperti nama partai yang membesarkannya, Partai Kebangkitan Bangsa. Bukan hanya dengan laporan yang rapi, tapi dengan keberanian untuk mengubah anggaran menjadi kesejahteraan. Uang ada, dan rakyat tak boleh lagi dikorbankan.

SiLPA yang besar indikator ketidak mampuan dan tidak kecakapan seorang pemimpin dalam pengelolaan keuangan disebabkan faktor perencanaan yang buruk, pelaksanaan yang tidak effectif, tata kelola keuangan yang tidak tertib, mengakibatkan kesejahteraan rakyat menjadi tertunda.

SILPA Bukan Prestasi — Tapi Alarm Bahaya

SILPA adalah anggaran yang tidak terserap dalam satu tahun. Dalam dunia rumah tangga, sisa uang mungkin dianggap baik. Tapi dalam dunia pemerintahan, SILPA besar adalah kegagalan. Solusinya, lakukan audit Anggaran Tahunan oleh Akademisi dan Masyarakat Sipil, bukan hanya BPK. Lalu tampilkan Data Realisasi Anggaran secara Publik dan Real-time, seperti dashboard APBD online. Jangan ragu, tindak tegas OPD dan Pejabat yang gagal menyerap anggaran. Karena kinerja lemah harus punya konsekuensi.

Rakyat Batu menahan diri selama 7 tahun terakhir. Uang rakyat sebesar Rp1,6 triliun tidak terserap, maka pertanyaannya bukan lagi soal laporan keuangan, tapi soal krisis kepemimpinan.

Kota Batu membutuhkan keberanian baru — kepemimpinan yang lebih berpihak pada rakyat, bukan pada kenyamanan administratif. Sudah cukup rakyat dikorbankan oleh kebijakan yang rapi di atas kertas tapi kosong di lapangan. Harapannya adalah Sang Putra Daerah, Walikota Nurochman bin Dzuriat, asal Desa Sumberjo.

Olah Data : Tim SP

Editor : Jim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *