(HM. Shodiq Pejuang Pendidikan. Bagian III)
“HM. Shodiq, saat muda sempat ikut ngawulo pada seorang pedagang. Pak Surat Artijdo, namanya. Saat sebelum wafat, , Ayah dari H. Imam Supriyadi, SE.(Ketua Yayasan Al-Hidayah Druju) tersebut, pernah bercerita panjang lebar kepada Ulul Azmi (sekarang Pemimpin Umum Suara Pendidikan). Mendiang HM. Shodiq memilih kata ngawulo dari pada bekerja dikarenakan saat itu dia tidak memperhitungkan digaji berapa. Yang penting bekerja dan mempelajari bagaimana menjalankan usaha. Diapun mengakui, banyak pelajaran yang diperoleh dari Juragan Surat . Naluri pedagang Sang Ayah dan sentuhan Surat membentuk karakter Shodiq muda menjadi sosok yang mandiri, tangguh, bersemangat, disiplin, agamis, tegas, amanah, berjiwa sosial, dan welas asih terhadap keluarga. Apalagi yang membutuhkan uluran tangan. Boleh dibilang. Sejak usia muda, Shodiq sudah menjadi pengusaha sukses dan berkecukupan.”
VOC bangkrut. Vereenigde Oostindische Compagne (Persatuan Pedagang Hindia Timur) yang didirikan pada 20 Maret 1602 oleh Persatuan Pedagang Belanda itu akhirnya tumbang (31 Desember 1799). Meskipun kongsi dagang, tapi oleh Pemerintah Belanda saat itu diberikan hak-hak istimewa. Seperti membentuk tentara, membuat mata uang, melakukan kerjasama dengan negara lain, menarik pajak , membentuk pemerintahan koloni dan bahkan diberi hak untuk menyatakan perang. Kurang – lebih 200 tahun, VOC memberikan keuntungan ekonomi yang besar bagi Negeri Belanda. Monopoli dagang yang diterapkannya di Asia makin meluas. Tak terkecuali di Nusantara Indonesia. Saham terbesar VOC dipegang oleh Isaac Leimere. Investor keturunan Yahudi asal Walonia (Belgia). VOC seperti negara dalam negara. Lidah Indonesia menyebut Compagne dengan Kompeni. Melekatlah Istilah Kompeni Belanda. Mungkin inilah yang mendasari digugatnya pernyataan “ Indonesia di jajah Belanda selama 350 tahun”. Wajar. Karena VOC oleh Pemerintah Belanda diberi hak seperti negara. Bagaimana tidak, pada 1699 VOC memeiliki 10.000 tentara, 50.000 pekerja, 150 perahu dagang, 40 perahu perang dan pembagian deviden mencapai 40 %. Itulah Kompeni Belanda.
Kebangkrutan VOC karena berbagai sebab. Korupsi besar-besaran ditubuh Perusahaan Multinasional itu memperburuk keuangannya. Ditambah lagi persaingan kongsi dagang untuk memonopoli Nusantara memang sangat ketat. Sejumlah Persatuan Perusahaan Dagang dari Portugis menjadi perintis masuk ke Indonesia. Di susul Inggris, Spanyol dan Perancis yang akhirnya semua tersingkir oleh VOC. Belum lagi biaya menjaga stabiltas negeri jajahan yang kerap bergolak melawan kebijakan kompeni. Kemudian, situasi dalam Negeri Belanda yang kalah perang dengan Inggris. Maka sejak 1799, seluruh aset VOC diambil alih oleh Pemerintah Belanda, berikut daerah daerah koloni yang diklaim sebagai kepemilikan perusahaan. Inilah babak baru bagi pribumi Nusantara. Bangsa Asing mendirikan pemerintahan di tanah air yang bukan miliknya.(Baca juga :https://suarapendidikan.net/hm-shodiq-pejuang-pendidikan/).
Perlawanan terhadap Belanda, yang awalnya kongsi dagang kini dengan Pemerintah Belanda. Percikan perlawanan sejatinya sudah terjadi di daerah-daerah koloni. Paling fenomenal adalah Perang Diponegoro. Atau disebut Perang Jawa. Puncak peperangan terjadi pada 1825-1830. Memang, perlawanan bisa diredam. Tapi kerugian Pemerintah Belanda juga tidak sedikit. Secara finansial mencapai 20 juta gulden(1,5 Trilyun rupiah lebih). Belum termasuk kerusakan infrastruktur. Pendek kata, kondisi Nusantara hancur lebur. Terutama Jawa.
- Kompeni Belanda Tangkap Pejuang Indonesia. Foto : Doc. Facebook Kisah Batu
Kondisi sosial-ekonomi Druju yang merupakan bagian dari wilayah Sumbermanjing Wetan dalam masa pendudukan Belanda jelas terdampak. Hutan dan perkebunan dikuasai penjajah. Lahan yang makin sempit, bikin perekonomian pribumi sangat memprihatinkan. Sementara pusat perekonomian ada di Desa Sumbermanjing Wetan yang berdekatan dengan Kebun Percobaan Sumber Asin di Desa Harjo Kuncaran. Nama Desa Harjo Kuncaran sendiri diambil dari nama Kepala Perkebunan tersebut, yaitu Ardjo Kuncoro. Dan ketika dipilih jadi nama desa ditulis Harjo Kuncaran. (Baca juga : https://suarapendidikan.net/riwayat-sekar-banyu-jaten-pageblug/).
HM. Shodiq kecil kerap diajak oleh H. Syakur –Sang Ayah—untuk perjalanan ke Surabaya ataupun ke Gersik. Sekadar pulang kampung di Gersik ataupun membeli barang untuk diperdagangkan lagi. Shodiq kecil lamat-lamat mengingat situasi. Seingatnya, dalam perjalanan ke Malang saja, banyak pos penjagaan Belanda yang harus dilewati. Belanda keok. Jepang masuk pada 1942. Seluruh aset Pemerintah Belanda diambil alih Nippon. Termasuk Perkebunan dan Jawatan Kehutanan yang berada di Druju dan Sumbermanjing Wetan. Kebutuhan jepang bukan kopi atau kakau. Tapi kapas, jarak, kina, beras, jagung dan ketela. Semua ditebang dan tergantikan tanaman baru itu. Pabrik Tepung Tapioka Turen (sekarang PT. Pindad) yang didirikan Belanda dikuasai. Pribumi harus setor hasil panennya ke Dai Nippon dengan harga yang dibawah standar. Bahkan kadang tak dibayar. Romusha diterapkan. Kerja paksa untuk mengelola perkebunan-perkebunan yang mereka kuasai. Kondisi perekonomian pribumi Nusantara merosot tajam. Tak terkecuali di Druju Sumbermanjing Wetan. Shodiq yang saat itu berusia 10 tahun an, mengingatnya dengan jelas. Betapa kondisi saat itu sangat berat. Untuk mengambil panenannya sendiri, masyarakat pribumi harus melakukannya sembunyi-sembunyi. Seperti maling. Cerita HM. Shodiq.
Untung, Jepang yang mengaku saudara tua itu hanya sebentar(hanya kisaran 3,5 tahun). Proklamasi 17 Agustus 1945 yang menyatakan Indonesia Merdeka, gaungnya lirih di daerah-daerah. Masyarakat Kota Malang baru menerima informasi pada 20 Agustus 1945. Jepang yang kalah perang dengan sekutu masih bertebaran seantero Nusantara. Kisaran bulan September 1945, Residen Malang yang dijabat Soedirman menerima penyerahan Jepang secara damai. Selesai?. Belum! Proses pelucutan senjata dan pengembalian Tentara Jepang ke negara asalnya butuh waktu. Situasi makin tak menentu. Kehidupan sosial ekonomi tak terurus. Tapi Negara Kesatuan Republik Indonesia telah lahir. Sebagai bangsa yang merdeka tentu membawa harapan baru. Dan Babatan Druju masih tak menentu. (bersambung)